BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Betapa
pentingnya pendidikan karakter bagi peseta didik. Melalui pendidikan karakter
inilah, para peserta didik lebih berpeluang memiliki perilaku yang bertanggung
jawab sebagai generasi penerus bangsa. Dengan perilaku demikian, kodisi
berbangsa dan bernegara akan menadi lebih baik.
Dengan
karakter itu pula ketenteraman masyarakat dapat terjaga lebih baik, karena
hubungan antarindividu terjalin baik. Kejujuran, sportivitas, dan semangat
belajar / kerja menjadi bagian dari karakter positif yang telah lama dicoba
untuk ditegakkan. Tapi sayangnya tidak semua anak bangsa berkarakter positif
seperti yang diharapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk
membentuk karakter positif pada peserta didik bisa melalui sekolah yaitu dengan
menginternalisasi pendidikan karakter di sekolah. Meskipun sekolah tidak bisa
membentuk karakter secara utuh dan secara lebih awal tetapi sekolah bisa
meneruskan pendidikan karakter yang sudah diberikan di kelurga. Karena sekolah
merupakan lingkungan artifisial yang sengaja dibentuk guna mendidik dan membina
generasi muda ke arah tujuan tertentu, terutama untuk membekali anak dengan
pengetahuan dan kecakapan hidup (life
skill) yang dibutuhkan dikemudian hari. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan peserta didik/siswa.
Jadi,
di samping keluarga sekolah juga memainkan peranan yang sangat penting bagi
perkembangan siswa. Sebagai anggota suatu komunitas kecil (a mini society) yang bernama sekolah, siswa dihadapkan pada
sejumlah tugas dan keharusan untuk mengikuti sejumlah aturan yang membatasi
perilaku, perasaan dan sikap mereka. Interaksi dengan guru dan teman sebaya di
sekolah, memberikan suatu peluang yang besar bagi siswa untuk mengembangkan
kemampuan kognitif dan ketrampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang
dunia, serta mengembangkan konsep diri yang lebih positif.
B. Rumusan Masalah
1. Seberapa
penting pendidikan karakter bagi peserta didik/siswa?
2. Bagaimana
cara internalisasi pendidikan karakter di sekolah?
C. Tujuan
1. Menjelaskan
pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik/siswa.
2. Menjelaskan
cara internalisasi pendidikan karakter di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Karakter dan
Pendidikan Karakter
Karakter
lebih bersifat subjektif, sebab berkaitan dengan struktur antropologis manusia
dan tindakannya dalam memalnai kebebasannya sehingga ia mengukuhkan keunikannya
berhadapan dengan orang lain. Sementara, pendidikan senantiasa berkaitan dengan
dimensi sosialitas manusia. Berikut pengertian karakter menurut beberapa ahli.
1. Menurut
Helen G. Douglas “Charakter isn’t
inherited. One builds its daily by the way one thinks and acts, thought by
thought, action by action.” Artinya karakter tidak diwariskan, tetapi
sesuatu yang dibangun secara kesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan
perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan.
2. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.
3. Menurut
Scerenko (1997) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang
membentuk dan membrdakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari
seseorang, suatu kelompok atau bangsa.
4. Menurut
Warsono dkk (2010) mengtip Jack Corley dan Thomas Phillip (2000) Karakter
merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah
tindakan moral
Berdasarkan
pengertian dan definisi karakter diatas maka karakter dapat dimaknai sebagai
nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk karena pengaruh hereditas maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakannya dari orang lain, serta diwujudkan dalam sikap
dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan
karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan
sosial, pengembangan emosional, dan pengembangan etik para siswa. Berikut pengertian pendidikan karakter menurut
beberapa ahli.
1. Menurut
Winton (2010) Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari
seseorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya.
2. Menurut
Wikipedia (dalam modifikasi terakhir tanggal 27 Januari 2011) mendefinisikan
pendidikan karakter sebagai istilah payung yang sering kali digunakan dalam
mendeskripsikan pembelajaran anak-anak dengan sesuatu terkait moral, kewargaan,
sikap tidak suka memalak, menunjukkan kebaikan, sopan santun dan etika,
perilaku, bersifat sehat, kritis keberhasilan, menjunjung nilai tradisional
serta menjadi makhluk yang memenuhi norma-norma sosial dan dapat diterima
secara sosial.
3. Menurut
Scerenko (1997) Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang
sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan,
didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah dan biografi
para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk
mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari).
4. Menurut
Alfie Kohn, dalam Noll (2006) menyatakan bahwa pada hakikatnya pendidikan
karakter dapat didefinisikan secara luas atau secara sempit. Dalam makna yang
luas pendidikan karakter mencakup hampir seluruh usaha sekolah diluar bidang
akademis terutama yang bertujuan untuk membantu siswa tumbuh menjadi seseorang
yang memiliki karakter yang baik. Dalam makna yang sempit pendidikan karakter
dimaknai sebagai sejenis pelatihan moral yang merefleksikan nilai tertentu.
5. Menurut
Lickona (2004) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang
secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa.
6. Menurut
Nucci and Narvaez (2008) mengutip Anne Lockwood (1997) mendefinisikan
pendidikan karakter sebagai setiap rencana sekolah, yang dirancang bersama
lembaga masyarakat yang lain, untuk membentuk secara langsung dan sistematis
perilaku orang muda dengan memengaruhi secara eksplisit nilai-nilai kepercayaan
non-relativistik (diterima luas), yang dilakukan secara langsung menerapkan
nilai-nilai tersebut.
Jadi,
penddidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik
untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir,
raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak,
yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter dapat pula
dimaknai sebagai upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal,
peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku
sebagai insan kamil.
B. Pentingnya Pendidikan Karakter
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta
bertanggungjawab.
Platform
pendidikan karakter bangsa Indonesia telah dipelopori oleh tokoh pendidikan
kita Ki Hajar Dewantara yang tertuang dalam tiga kalimat (walaupun konsep ini
belum sepenuhnya dapat diterapkan oleh bangsa kita), yang berbunyi:
Ing
ngarso sung tuladha
Ing
madya mbangun karsa
Tut
wuri handayani
Ing
ngarso sung tuladha (Di depan memberikan teladan). Ketika
berada di depan dapat memberikan teladan, contoh, dan panutan. Sebagai seorang
terpandang dan terdepan atau berada di depan di antara para muridnya, guru
senantiasa memberikan panutan-panutan yang baik sehingga dapat dijadikan
teladan bagi peserta didiknya.
Ing
madya mbangun karsa (Di tengah membangun kehendak). Ketika
berada di tengah peserta didik hendaknya guru bisa menjadi penyatu tujuan dan
cita-cita peserta didiknya. Seorang guru di antara bimbingan dan mengambil
keputusan dengan musyawarah dan mufakat yang megutamakan kepentingan peserta
didik di masa depannya.
Tut
wuri handayani (Di belakang memberikan dorongan). Guru yang memiliki makna
“digugu dan ditiru” (dipercaya dan dicontoh) secara tidak langsung juga
memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, profil
dan penampilan guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang dapat membawa peserta
didiknya ke arah pembentukan karakter yang kuat. Dalam konteks ini guru
berperan sebagai teladan peserta didiknya.
Sebelum pemburukan karakter terjadi,
guru dan orang tua harus peduli untuk mendidik dan membina karakter anak.
Membina dan mendidik karakter, dalam arti untuk membentuk “positive charakter”
generasi muka bangsa ini. Agar “positive charakter” terbentuk maka anak perlu
dilatih melalui pembiasaan, mandiri, sopan santun, kreatif, tangkas, rajin
bekerja, dan punya tanggung jawab.
Kreativitas dan ketangkasan anak
juga perlu diupuk, dimotivasi terus. Kreativitas yang dimiliki seorang anak
sebenarnya berasal dari imajinasi, sebagai kumpulan dari ide-ide mereka.
Imajinasi dapat membuat mereka menjadi kreatif. Kreativitas anak sangat
bergantung pada kesempatan yang diberikan lingkungan. Kreativitas harus
dirangsang sedini mungkin sejak usia dua atau tiga tahun dalam suasana bermain.
Orang tua perlu merangsang kreativitas mereka lewat proses interaksi dan
meyediakan fasilitas bermain. Untuk membuat anak kreatif, pendidik (guru dan
orang tua) harus menerima eksistensi anak apa adanya dan tidak cepat memberikan
kritik pada tingkah laku dan kebebasan anak untuk mengungkapkan perasaan.
Selanjutnya tentang melatih tanggung
jawab pada anak. Perlu diketahui bahwa tanggung jawab tidak terpasang sejak
lahir. Anak perlu dilatih setiap hari dengan melibatkan anak-anak dalam
kegiatan rumah. Misalnya seperti menyiram bunga, menyapu rumah dan membuang
sampah agar anak bisa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya. Sedangkan
disekolah melatih tanggung jawab bisa dengan memberika tugas untuk dikumpulkan
pada hari yang sudah ditentukan, maka anak akan mengerjakan tugas dan
mengumpulkannya sesuai tanggal yang sudah ditentukan sebagai bentuk tanggung
jawabnya.
C. Internalisasi Pendidikan
Karakter di Sekolah
Bagi
seorang anak, memasuki dunia sekolah merupakan pengalaman yang menyenangkan,
namun sekaligus mendebarkan, penuh tekanan, dan bahkan bisa menyebabkan
timbulnya kecemasan. Bagi banyak anak, pengalaman masuk sekolah merupakan
saat-saat pertama mereka menyesuaikan diri dengan pola kelompok, yang diatur
oleh orang dewasa yaitu guru. Dunia sekolah jelas berbeda dengan dunia rumah,
dimana anak-anak harus mengikuti aturan main yang ditetapkan sekolah melalui
guru.
Sekolah merupakan lingkungan
artifisial yang sengaja dibentuk guna mendidik dan membina generasi muda ke
arah tujuan tertentu, terutama untuk membekali anak dengan pengetahuan dan
kecakapan hidup (life skill) yang
dibutuhkan dikemudian hari. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah mempunyai
pengaruk yang cukup besar terhadap perkembangan anak-anak dan remaja. Bahkan
pada beberapa sekolah yang sengaja diproyeksikan sebagai sekolah unggulan
menerapkan perpanjangan waktu belajar formal di sekolah lebih lama, yakni
hampir 10 jam sehari.
Sekolah mempengaruhi perkembangan
anak, terutama perkembangan identitas melalui dua kurikulum, yaitu kurikulum
formal dan informal. Kurikulum formal meliputi sejumlah tuntutan akademik, yang
dapat membantu anak memperoleh pengetahuan akademis dan kemampuan intelek tual
yang dibutuhkan untuk keberhasilan berpartisipasi dalam masyarakat. Sedangkan
kurikulum informal meliputi sejumlah perilaku yang ditampilkan oleh para guru,
yang berkenaan dengan prestasi akademis, motivasi belajar, penguasaan
keterampilan, peningkatan diri, serta pengambilalihan tanggung jawab,
kepemimpinan dan otoritas.
Bagi kebanyakan siswa , guru dan di
sekolah masih merupakan sumber
identifikasi dan sumber otoritas yang mampu menciptakan iklim kelas dan
kondisi-kondisi interaksi di antara siswa-siswanya. Guru masih mengambil suatu
peran sentral dalam kehidupan anak dan remaja, yang sering sangat menentukan
bagaimana mereka merasakan berada di sekolah dan bagaimana mereka merasakan
diri mereka. Demikian juga dengan keberhasilan atau kegagalan remaja di
sekolah, banyak ditentukan oleh interaksi mereka dengan guru di sekolah. Selama
siswa mendapat dukungan dan penguatan yang positif dari guru, maka mereka akan
merasa berhasil dan senang berada di sekolah. Oleh sebab itu guru harus bisa
menjadi contoh yang baik dan juga bisa menginternalisasikan pendidikan karakter
kepada anak didiknya.
Internalisasi adalah proses
pemasukan nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat
makna realitas pengalaman. Nilai-nilai tersebut bisa jadi dari berbagai aspek baik
agama, budaya, norma sosial dan sebagainya. Pemaknaan atas nilai inilah yang
mewarnai pemaknaan dan penyikapan manusia terhadap diri, lingkungan dan
kenyataan di sekelilingnya. Internalisasi pendidikan karakter di sekolah
berarti memasukan nilai-nilai yang berkarakter pada siswa yang dapat membentuk
pola pikiran.
Dalam internalisasi pendidikan
karakter di sekolah dapat dilakukan dengan cara-cara antara lain sebagai
berikut.
1. Mendidik
dengan Keteladanan
Seorang
anak akan menjadi baik jika dididik dengan cara yang baik pula. Begitu juga
sebaliknya jika dididik dengan cara yang kurang baik maka anak akan menjadi
tidak baik. Keteladanan dalam pendidikan merupakan pendekatan atau metode yang
sangat berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan
membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik. Setidak-tidaknya ada tiga
unsur agar guru/pendidik dapat diteladani atau menjadi teladan, yaitu sebagai
berikut.
a.
Kesiapan untuk dinilai dan dievaluasi
Kesiapan
untuk dinilai berarti adanya kesiapan menjadi cermin bagi dirinya maupun orang
lain. Kondisi ini akan berdampak pada kehidupan sosial di masyarakat, karena
ucapan, sikap, dan perilakunya menjadi sorotan dan teladan.
b.
Memiliki kompetensi minimal
Seorang
pendidik/guru akan dapat menjadi teladan jika memiliki ucapan, sikap, dan perilaku
untuk diteladani. Oleh karena itu, kompetensi yang dimaksud adalah kondisi
minimal ucapan, sikap, dan perilaku yang harus dimiliki seseorang sehingga dapat dijadikan cermin bagi dirinya
maupun orang lain. Demikian juga bagi seorang guru kompetensi minimal sebagai
guru, harus dimiliki agar dapat menumbuhkan dan menciptakan keteladanan,
terutama bagi peserta didiknya.
c.
Memiliki integritas
Integritas
adalah adanya kesamaan antara ucapan dan tindakan atau satunya kata dan
perbuatan. Inti dari integritas terletak pada kualitas istiqomahnya. Sebagai
wujud istiqomah adalah berupa komitmen dan konsistensi terhadap profesi yang
diembannya.
Menurut M. Furqon,
pendidik yang dapat diteladani berarti ia dapat juga menjadi cermin orang lain.
Cermin secara filosofi memiliki makna sebagai berikut.
a.
Tempat yang tepat untuk intropeksi
Jika
kita bercermin maka kita akan melihat potret diri kita sesuai dengan keadaan
yang ada. Sebagai pendidik, kita harus siap menjadi tempat mawas diri, koreksi
diri, atau intropeksi. Untuk itu, kita harus siap menjadi curahan hati para
siswa kita.
b.
Menerima dan menampakkan apa adanya
Cermin
memiliki karakteristik bersedia menerima dan memperlihatkan apa adanya. Untuk
itu, hal ini dapat dimaknai sebagai pribadi yang memiliki sifat-sifat, seperti
sederhana, jujur, objektif, jernih dan lain-lain.
c.
Menerima kapanpun dalam dalam keadaan
apapun
Cermin
memiliki karakteristik bersedia menerima kapanpun dan dalam keadaan apapun. Artinya sebagai
pendidik harus memiliki sifat-sifat seperti pengabdian, setia, sabar, dan
lain-lain.
d.
Tidak pilih kasih/ tidak diskriminatif
Cermin
memiliki sifat tidak pernah pilih-pilih, siapa saja yang mau bercermin pasti diterima.
Artinya cermin memiliki sifat tidak pilih kasih, tidak membeda-bedakan, atau
tidak pernah diskriminatif . Oleh karena itu, sebagai pendidik harus memiliki
jiwa mendidik kepada siapa saja tanpa pandang bulu, tidak membeda-bedakan anak
orang kaya dengan anak orang miskin, anak pejabat dengan anak seorang petani, anak
yang pandai dengan yang kurang panadia. Semua anak (manusia) apa pun kondisinya
harus dididik tanpa kecuali. Bahkan kita tidak dibenarkan memisah-misahkan atau
memilih-milih kondisi siswa (exclusive),
tetapi kita dalam dalam mendidik harus bersifat
inklusif (inclusive).
e.
Pandai menyimpan rahasia
Cermin
tidak pernah memperlihatkan siapa yang telah bercermin kepadanya, baik yang
bercermin itu kondisinya baik atau buruk. Berarti cermin memiliki sifat pandai
menyimpan rahasia. Sebagai seorang pendidik harus pandai menyimpan rahasia
terutama rahasia anak didiknya, misalnya ada anak yang curhat dengan masalahnya
sebagai pendidik harus bisa memberikan solusi dan tidak boleh mengobral
masalahnya ke siswa lainnya. Sebagai pendidik yang pandai menyimpan rahasia berarti
ia juga memiliki sifat-sifat, seperti ukhuwah atau persaudaraan, peduli,
kebersamaan, tidak menjathkan, tidak mempermalukan orang lain, mengorangkan,
dan lain-lain.
2. Pembenaan
kurikulum sekolah.
Pembenaan
kurikulum bukan berarti membuat kurikulum baru tetapi bisa dengan pembenaan
kurikulim yang kurang tepat. Sebagian besar guru/pendidik sekarang hanya “Transfer of knowledge” hanya
menyampaikan ilmu saja, tidak mengajari siswa cara mempelajari materi atau
“belajar bagaimana belajar”. Belajar bagaimana belajar yaitu belajar yang bisa
menemukan cara untuk mempelajari materi bukan hanya mempelajari materinya
secara langsung. Kalau siswa sudah mengerti tentang belajar bagaimana belajar
maka jika tidak ada guru siswa bisa mempelajari materi sendiri tanpa harus
menunggu guru menyuruh/ memerintahnya. Tetapi kebanyakan guru sekarang belum
bisa menerapkan itu.
Misal: Dalam pelajaran geografi
dalam bab erosi dan peta kebanyakn guru hanya menyampaikan erosi adalah
penguraian dan pemindahan tanah atau batuan oleh air, angin, es dan gravitasi.
Peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil seperti
kenampakannya bila dilihat dari atas dan diberi tulisan serta keterangan bagi
kepentingan pengenalan. Itu yang dilakukan oleh kebanyakan guru, harusnya guru
mengajari bagaimana cara mempelajari erosi dan peta agar meskipun tidak ada
guru siswa bisa belajar.
3. Mengajarkan
nilai-nilai melalui kurikulum dengan cara menggali isi materi pembelajaran dan
mata pelajaran yang sangat kaya dengan nilai-nilai moral.
Internalisasi
pendidikan karakter di sekolah juga bisa
dimasukan dalam setiap materi pelajaran
karena setiap materi pelajaran pasti ada nilai-nilai moralnya. Guru/pendidik
bisa memasukan dalam materi pelajaran, dalam menyampaikannnya harusnya di
masukan dalam bahasan materi yang sedang diajarkan jangan di pisahkan materi
dulu baru dikasih pendidikan karakter, atau malah pendidikan karakter terus
baru mulai pelajaran. Usahakan dalam memberikan pendidikan karakter anak/siswa
tidak mengetahuinya kalau sedang diberi pendidikan karakter, tahunya anak
sedang mempelajari tentang materi yang sedang diajar tetapi secara tidak
langsung siswa bisa menyerap pendidikan karakter tersebut. Jangan sampai di
pisahkan sekarang pelajaran dulu, terus nanti di tengah-tengah berhenti di
kasih pendidkan karakter. Kalau seperti itu siswa akan tahu kalau sedang di
beri pendidikan karakter dan bisa terjadi sebagian siswa akan berbicara
“ceramah-ceramah”. Jadi untuk memberikan pendidikan karakter di sekolah dalam
mata pelajaran harus dimasukan dalam bahasan topik yang sedang di bicarakan.
Contoh cara memberikan pendidikan
karakter yang dimasukan dalam mata pelajaran yang sedang menjadi bahasan topik
pelajaran, antara lain sebagai berikut.
a.
Geografi
Internalisasi
pendidikan karakter dalam mata pelajaran geografi dapat deberikan pada setiap
bab-bab yang sedang di bahas dalam pembelajaran.
Misalnya:
Dalam mempelajari banjir pasti ada faktor-faktor penyebab banjir, karena
pembuangan sambah di sungai, tidak membuat daerah resapan air dalam membuat
bangunan dan sebagainya. Disini guru/pendidik bisa memberikan pendidikan moral
yaitu dengan menuruh untuk tidak membuang sampah di sungai karena itu bisa
menyebabkan daya tampung sungai sedikit, sungai menjadi dangkal dan akibatnya
menjadi banjir dan jika membangun bangunan seharusnya diberi daerah resapan
untuk jalan masuk air. Dengan cara ini anak tidak tahu kalau sedang diberi
pendidikan karakter yang dia tahu ini merupakan solusi untuk mencegah banjir,
oleh sebab itu anak bisa menyerap nilai karakter ini agar tidak banjir pasti
tidak membuang sampah di sungai. Selain banjir juga bisa dalam mempelajari
Sumberdaya Alam, guru bisa menyampaikan sumberdaya alam ada yang bisa
diperbaharui dan tidak bisa diperbaharui. Untuk yang tidak bisa diperbaharui
seperti batubara, minyak bumi dan sebagainya oleh sebab itu kita harus
menghemat penggunaannya, dalam menggunakan seperlunya saja. Untuk sumber daya
alam yang dapat diperbaharui contohnya seperti hutan, hutan merupakan
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tapi jangan melakukan penebangan secara
ilar karena untuk memperbarui menanam 1 pohon menjadi yang layak tebang
memerlukan waktu 30 tahunan sementara menebang 1 pohon hanya membutuhkan waktu
sekitar 3 menit. Meskipun hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui tetapi jangan menggunakan secara sembarangan karena untuk
memperbaharuinya juga memerlukan waktu yang cukup lama, selain itu kalau
hutannya gundul juga membawa dampak seperti banjir, tanah longsor dan
sebagainya. Ini merupakan contoh internalisasi
pendidikan karakter dalam materi sumberdaya alam anak mengira itu merupakan
pelajaran dalam sumberdaya alam tentang bagaimana cara menjaga dan menggunakan
sumberdaya alam, tetapi itu sudah ada pendidikan karakter yang tersampaikan dan
secara tidak langsung sudah terserap oleh siswa.
b.
Ekonomi
Akuntansi
Dalam
internalisasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran akuntansi guru dalam
mengajarkan perhitungan akuntansi atau pembukuan harus benar dengan menjelaskan
secara detail sebab kalau salah 1 angka atau kurang 1 angka atau kelebihan
angka akan berakibat fatal dan menyebabkan pekerjaaanya salah. Jadi dalam
melakukan perhitungan harus hati-hati. Pendidikan karakter sudah dapat
tersampaikan siswa akan hati-hati dalam melakukan perhitungan agar tidak salah
tetapi sebenarnya itu merupakan pendidikan karakter yang terkandung agar anak
tidak menghitung dengan benar tidak menambah atau mengurangi angka-angka,
sebenarnya biar siswa kalau sudah keluar dari sekolah dan bekerja bisa
menerapkannya dalam pekerjaanya sehingga tidak korupsi kalau menghitung dengan
benar. Begitu juga dengan pelajaran Ekonomi dalam menghitung pajak harus
diajarkan yang benar agar tidak korupsi juga, siswa tahunya sedang dilatih agar
benar dalam mempelajari perhitungan pajak tetapi secara tidak langsung
pendidikan karakter anti korupsi sudah tersampaikan.
c.
Sosiologi
Internalisasi
pendidikan karakter bisa dimasukan setiap materi pelajaran termasuk dalam mata
pelajaran sosiologi. Dalam pelajaran sosiologi contohnya ada materi tentang
norma-norma sosial, norma-norma sosial dapat diklasifikasikan menjadi 5 yaitu
norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma kebiasaan dan norma
hukum. Dianta norma-norma tersebut disini akan diambil contoh norma kesusilaan.
Norma kesusilaan berdasarkan hati nurani atau akhlak manusia. Norma kesusilaan
bersifat unuversal artinya setiap orang di dunia memilikinya, hanya bentuk dan
perwujudtannya saja yang berbeda. Misalnya pelaku pembunuhan, pemerkosaan,
pencurian dan tidak kriminalitas lainya pada umumnya akan ditolak dan
dikucilkan dimasyarakat manapun. Dengan penjelasan ini siswa tahunya guru
sedang menjelaskan materi norma kesusilaan tetapi secara tidak langsung ada
karakter yang tersampaikan kalau melanggar norma kesusilaan akan dikucilkan di
masyarakat maka siswa secara tidak langsung akan menyerap karakter tersebut.
d.
Pendidikan Kewarganegaraan
Internalisasi
pendidikan karakter dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan bisa di
internalisasikan setiap bab. Disini akan dicontohkan dalam materi mengenai
sila-sila dalam pancasila. Berikut sila-sila pancasila:
1)
Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam
sila yang pertama ini Ketuhanan Yang Maha Esa arti dan makna mengenai Pengakuan
adanya kausa prima yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
2)
Kemanusiaan yang Adil dan Beradap
Dalam
sila yang kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradap arti dan maknanya yaitu
menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk tuhan, menjujung
tinggi hak segala bangsa, mewujudkan keadilan dan peradapan yang tidak lemah.
3)
Persatuan Indonesia
Dalam
sila yang ketiga Persatuan Indonesia arti dan maknanya yaitu tentang
nasionalisme, cinta bangsa dan tanah air, menggalang persatuan dan kesatuan
bangsa, menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Dalam
sila yang keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan arti dan maknanya yaitu tentang demokrasi,
permusyawaratan, dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
5)
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
Dalam
sila yang kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia arti dan
maknanya yaitu tentang kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti
dinamis dan meningkat.
Dari
arti dan makna sila-sila pancasila diatas siswa tahunya guru sedang menjelaskan
materi arti dan makna sila-sila pancasila padahal didalamnya terkandung
karakter semua, dengan memahami makna dan arti sila-sila pancasila maka
nilai-nilai karakternya akan ikut terserap juga.
Demikian contoh-contoh cara
menginternalisasikan pendidikan karakter dalam materi pelajaran yang sedang
dibahas. Saya hanya mencotohkan sebagian kecil saja dari banyak mata pelajaran
dan materi yang ada di dalamnya karena tentunya setiap materi dalam mata
pelajaran pasti akan ada pendidikan karakter yang bisa disampaikan oleh para
guru/pendidik.
4. Mempergunakan
metode pembelajaran melalui kerja sama agar siswa semakin mampu mengembangkan
kemampuan mereka dalam memberikan apresiasi atas pendapat orang lain, berani
memiliki pendapat sendiri, mampu dan mau bekerja sama dengan yang lain demi
keberhasilan tujuan bersama. Maksud kerjasam disini bukan dalam hal ujian atau
ulangan tetapi hal hal-hal yang memang diharuskan untuk kerjasama. Misal guru
memberikan tugas kelompok diskusi mengenai mata pelajaran tertentu maka setiap
siswa diharuskan untuk ikut kerja sama dalam kelompok untuk saling mengutarakan
pendapatnya dan menghargai pendapat orang lain. Disini guru memberikan tugas
kelompok juga untuk menanamkan pendidikan karakter agar siswa bisa bekerja sama
dan bisa menghargai pendapat orang lain.
5. Membangun
sebuah rasa tanggung jawab bagi pembentukan diri dalam diri siswa dengan cara
memberikan penghargaan atas kesediaan para siswa untuk belajar, menyemangati
kemampuan mereka untuk dapat bekerja keras dan memiliki komitmen pada
keunggulan. Pada dasarnya semua siswa
mempunyai tanggung jawab untuk belajar, untuk membangun rasa tanggung jawab
agar siswa merasa mempunyai tanggung jawab untuk belajar yaitu dengan memberi
penghargaan untuk siswa yang sudah mau belajar, memberikan motivasi agar siswa
mau terus belajar sehingga bisa mencapai prestasi yang maksimal. Bila rasa
tanggung jawab sudah ada pada diri siswa maka siswa dengan sendirinya akan
melaksanakan tanggung jawabnya yaitu belajar tanpa harus diperintah.
6. Membangun
budaya sopan santun terhadap semua warga sekolah baik guru, karyawan, tukang
kebun dan antar siswa.
Dengan cara membangun budaya sopan
santun terhadap semua warga sekolah ini akan terbentuk karakter yang baik,
siswa diwajibkan untuk menghormati dan menghargai semua warga sekolah baik itu
guru, karyawan maupun tukang kebun jadi siswa harus menghormati orang ynag
lebih tua tanpa memandang status sosial, meskipun tukang kebun itu kan orang
yang lebih tua meskipun status sosialnya rendah tetapi harus dihormati.
Demikian juga antar siswa harus saling menghormati dan menghargai tidak
memandang siswa anak orang miskin atau anak orang kaya, anak pejabat atau anak
buruh, anak yang pantai atau anak yang kurang pandai semuanya harus saling
menghormati dan menghargai. Kalau di sekolah diterapkan pendidikan karakter
seperti ini maka akan terbentuk karakter yang baik pada anak, anak akan bisa
saling menghormati dan menghargai tanpa memandang status sosial seseorang.
D.
Contoh Aplikasi Pendidikan Karakter yang sudah di Terapkan di Sekolah SD, SMP
dan SMA
1. Sekolah
Dasar Al-Hikmah Surabaya
Di
sekolah yang berlokasi di Jalan Kebonsari Tengah No. 10 Surabaya ini ada progam
yang bernama subuh call atau telepon
subuh. Ini berarti, pada jam segitu, wali kelas SD Al-Hikmah sudah bangun dan
sibuk memulai proses pendidikan pembiasaan yaitu menelpon siswa-siswanya untuk
bangun dan bergegas mendirikan solat subuh. Sekilas menelpon adalah pekerjaan
ringan, tetapi subuh call yang sudah
didesain menjadi progam sekolah tentu tidak seringan itu. Perlu perencanaan,
koordinasi, pengawasan, hingga evaluasi secara berkesinambungan. Kegiatan ini
juga melibatkan siswa-siswa lain dengan cara melakukan telepon berantai. Dengan
cara itu akan terdeteksi siapa yang aktif an siapa yang masih sering melepas
kewajiban salatnya.
2. Sekolah
Menengah Pertama Negeri (SMPN) 115 Jakarta
Sekolah
yang beralamat di Jalan K.H. Abdullah Syafei Tebet Jakarta Selatan ini,
berupaya menanamkan dan mengembangkan pendidikan karakter yang kuat. Ia memberi
keleluasaan bagi peserta didik untuk berani mengambil inisiatif dengan tetap
menekankan rasa tanggung jawab.
Selain
peduli sampah dan sosial, juga memiliki progam lost and found. Progam ini bermula dari banyaknya siswa yang
mengeluh kehilangan barang. Mulai dari yang kecil-kecil seperti alat-alat
tulis, topi, dasi, kaus, baju, uang, hingga telepon seluler. Malah kadang
sepatu juga hilang.
Barang
siapa menemukan barang tertentu, maka diminta kesadarannya untuk memasukkan ke
tempat tersebut. Ada tiga kantung hijau yang di tempatkan di tiga titik
strategis, yaitu di ruang piket, di dekat ruang guru, dan di ruang BK. Siswa
yang menemukan barang diminta mengisi buku khusus yang berisi catatan nama,
menemukan apa, dan kapan.
Kiat
sederhana tersebut ternyata cukup efektif. Jumlah keluhan jadi berkurang.
Banyak pemilik barang menemukan kembali harta bebdanya.
3. SMA
Plus Muthahhari
Setiap
akhir upacara, murid-murid SMA Plus Muthahhari amat antusias, karena mereka
sebentar lagi akan mengetahui siapa siswa yang masuk top ten of the month bulan ini. Istilah ini ada sejak sekolah mulai
meluncurkan progam Smuth Point.
Smuth Point adalah kitab catatan amal
baik dan buruk mereka selama bersekolah di SMA percontohan berbasis budi
pekerti ini. Setiap awal bulan dalam upacara, akan diumumkan siapa saja yang
berhak menyandang gelar peraih poin positif terbanyak setiap bulan. Sepuluh
siswa akan berdiri dengan bangga di lapangan upacara, di hadapan kawan-kawan
mereka. Mereka akan mendapatkan pin untuk hasil jerih payah mereka selama
sebulan itu. Meski hanya mendapat sebuah pin yang akan mereka pakai di baju
selama sebulan, tapi pin itu menandakan bahwa siswa itu telah banyak melakukan
kebaikan. Hal ini ternyata memicu siswa-siswa yang lain untuk melakukan hal
yang sama.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Internalisasi adalah proses
pemasukan nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat
makna realitas pengalaman. Nilai-nilai tersebut bisa jadi dari berbagai aspek
baik agama, budaya, norma sosial dan sebagainya. Pemaknaan atas nilai inilah
yang mewarnai pemaknaan dan penyikapan manusia terhadap diri, lingkungan dan
kenyataan di sekelilingnya. Internalisasi pendidikan karakter di sekolah
berarti memasukan nilai-nilai yang berkarakter pada siswa yang dapat membentuk
pola pikiran. Internalisasi pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan
dengan cara mendidik dengan keteladanan, pembenaan kurikulum sekolah,
mengajarkan nilai-nilai melalui kurikulum dengan cara menggali isi materi
pembelajaran dan mata pelajaran yang sangat kaya dengan nilai-nilai moral,
mempergunakan metode pembelajaran melalui kerja sama agar siswa semakin mampu
mengembangkan kemampuan mereka dalam memberikan apresiasi atas pendapat orang
lain, berani memiliki pendapat sendiri, mampu dan mau bekerja sama dengan yang
lain demi keberhasilan tujuan bersama, membangun sebuah rasa tanggung jawab
bagi pembentukan diri dalam diri siswa dengan cara memberikan penghargaan atas
kesediaan para siswa untuk belajar, menyemangati kemampuan mereka untuk dapat
bekerja keras dan memiliki komitmen pada keunggulan dan Membangun budaya sopan
santun terhadap semua warga sekolah baik guru, karyawan, tukang kebun dan antar
siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter Membangun Perilaku
Positif Anak Bangsa. Bandung: Yrama Widya.
Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Samani, Muchlas dan
Hariyanto. 2012. Konsep dan Model
Pendidikan Karakter. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Mbak aku mau tanya mbak, referensi buat pengertian internalisasi dari buku mana mbak??. Pleasee balas yah mbak, soalnya buat referensi skripsi
BalasHapus