Kamis, 07 November 2013

Internalisasi pendidikan karakter di sekolah



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Betapa pentingnya pendidikan karakter bagi peseta didik. Melalui pendidikan karakter inilah, para peserta didik lebih berpeluang memiliki perilaku yang bertanggung jawab sebagai generasi penerus bangsa. Dengan perilaku demikian, kodisi berbangsa dan bernegara akan menadi lebih baik.
Dengan karakter itu pula ketenteraman masyarakat dapat terjaga lebih baik, karena hubungan antarindividu terjalin baik. Kejujuran, sportivitas, dan semangat belajar / kerja menjadi bagian dari karakter positif yang telah lama dicoba untuk ditegakkan. Tapi sayangnya tidak semua anak bangsa berkarakter positif seperti yang diharapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk membentuk karakter positif pada peserta didik bisa melalui sekolah yaitu dengan menginternalisasi pendidikan karakter di sekolah. Meskipun sekolah tidak bisa membentuk karakter secara utuh dan secara lebih awal tetapi sekolah bisa meneruskan pendidikan karakter yang sudah diberikan di kelurga. Karena sekolah merupakan lingkungan artifisial yang sengaja dibentuk guna mendidik dan membina generasi muda ke arah tujuan tertentu, terutama untuk membekali anak dengan pengetahuan dan kecakapan hidup (life skill) yang dibutuhkan dikemudian hari. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan peserta didik/siswa.
Jadi, di samping keluarga sekolah juga memainkan peranan yang sangat penting bagi perkembangan siswa. Sebagai anggota suatu komunitas kecil (a mini society) yang bernama sekolah, siswa dihadapkan pada sejumlah tugas dan keharusan untuk mengikuti sejumlah aturan yang membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka. Interaksi dengan guru dan teman sebaya di sekolah, memberikan suatu peluang yang besar bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan ketrampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia, serta mengembangkan konsep diri yang lebih positif.
B. Rumusan Masalah
1.      Seberapa penting pendidikan karakter bagi peserta didik/siswa?
2.      Bagaimana cara internalisasi pendidikan karakter di sekolah?
C. Tujuan
1.      Menjelaskan pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik/siswa.
2.      Menjelaskan cara internalisasi pendidikan karakter di sekolah.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter
Karakter lebih bersifat subjektif, sebab berkaitan dengan struktur antropologis manusia dan tindakannya dalam memalnai kebebasannya sehingga ia mengukuhkan keunikannya berhadapan dengan orang lain. Sementara, pendidikan senantiasa berkaitan dengan dimensi sosialitas manusia. Berikut pengertian karakter menurut beberapa ahli.
1.      Menurut Helen G. Douglas “Charakter isn’t inherited. One builds its daily by the way one thinks and acts, thought by thought, action by action.” Artinya karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara kesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan.
2.      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.
3.      Menurut Scerenko (1997) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membrdakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.
4.      Menurut Warsono dkk (2010) mengtip Jack Corley dan Thomas Phillip (2000) Karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral
Berdasarkan pengertian dan definisi karakter diatas maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk  karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dari orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan sosial, pengembangan emosional, dan pengembangan etik para siswa. Berikut  pengertian pendidikan karakter menurut beberapa ahli.
1.      Menurut Winton (2010) Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seseorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya.
2.      Menurut Wikipedia (dalam modifikasi terakhir tanggal 27 Januari 2011) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai istilah payung yang sering kali digunakan dalam mendeskripsikan pembelajaran anak-anak dengan sesuatu terkait moral, kewargaan, sikap tidak suka memalak, menunjukkan kebaikan, sopan santun dan etika, perilaku, bersifat sehat, kritis keberhasilan, menjunjung nilai tradisional serta menjadi makhluk yang memenuhi norma-norma sosial dan dapat diterima secara sosial.
3.      Menurut Scerenko (1997) Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari).
4.      Menurut Alfie Kohn, dalam Noll (2006) menyatakan bahwa pada hakikatnya pendidikan karakter dapat didefinisikan secara luas atau secara sempit. Dalam makna yang luas pendidikan karakter mencakup hampir seluruh usaha sekolah diluar bidang akademis terutama yang bertujuan untuk membantu siswa tumbuh menjadi seseorang yang memiliki karakter yang baik. Dalam makna yang sempit pendidikan karakter dimaknai sebagai sejenis pelatihan moral yang merefleksikan nilai tertentu.
5.      Menurut Lickona (2004) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa.
6.      Menurut Nucci and Narvaez (2008) mengutip Anne Lockwood (1997) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai setiap rencana sekolah, yang dirancang bersama lembaga masyarakat yang lain, untuk membentuk secara langsung dan sistematis perilaku orang muda dengan memengaruhi secara eksplisit nilai-nilai kepercayaan non-relativistik (diterima luas), yang dilakukan secara langsung menerapkan nilai-nilai tersebut.
Jadi, penddidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter dapat pula dimaknai sebagai upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.
B. Pentingnya Pendidikan Karakter
            UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggungjawab.
            Platform pendidikan karakter bangsa Indonesia telah dipelopori oleh tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara yang tertuang dalam tiga kalimat (walaupun konsep ini belum sepenuhnya dapat diterapkan oleh bangsa kita), yang berbunyi:
            Ing ngarso sung tuladha
            Ing madya mbangun karsa
            Tut wuri handayani
            Ing ngarso sung tuladha (Di depan memberikan teladan). Ketika berada di depan dapat memberikan teladan, contoh, dan panutan. Sebagai seorang terpandang dan terdepan atau berada di depan di antara para muridnya, guru senantiasa memberikan panutan-panutan yang baik sehingga dapat dijadikan teladan bagi peserta didiknya.
            Ing madya mbangun karsa (Di tengah membangun kehendak). Ketika berada di tengah peserta didik hendaknya guru bisa menjadi penyatu tujuan dan cita-cita peserta didiknya. Seorang guru di antara bimbingan dan mengambil keputusan dengan musyawarah dan mufakat yang megutamakan kepentingan peserta didik di masa depannya.
            Tut wuri handayani (Di belakang memberikan dorongan). Guru yang memiliki makna “digugu dan ditiru” (dipercaya dan dicontoh) secara tidak langsung juga memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, profil dan penampilan guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang dapat membawa peserta didiknya ke arah pembentukan karakter yang kuat. Dalam konteks ini guru berperan sebagai teladan peserta didiknya.
            Sebelum pemburukan karakter terjadi, guru dan orang tua harus peduli untuk mendidik dan membina karakter anak. Membina dan mendidik karakter, dalam arti untuk membentuk “positive charakter” generasi muka bangsa ini. Agar “positive charakter” terbentuk maka anak perlu dilatih melalui pembiasaan, mandiri, sopan santun, kreatif, tangkas, rajin bekerja, dan punya tanggung jawab.
            Kreativitas dan ketangkasan anak juga perlu diupuk, dimotivasi terus. Kreativitas yang dimiliki seorang anak sebenarnya berasal dari imajinasi, sebagai kumpulan dari ide-ide mereka. Imajinasi dapat membuat mereka menjadi kreatif. Kreativitas anak sangat bergantung pada kesempatan yang diberikan lingkungan. Kreativitas harus dirangsang sedini mungkin sejak usia dua atau tiga tahun dalam suasana bermain. Orang tua perlu merangsang kreativitas mereka lewat proses interaksi dan meyediakan fasilitas bermain. Untuk membuat anak kreatif, pendidik (guru dan orang tua) harus menerima eksistensi anak apa adanya dan tidak cepat memberikan kritik pada tingkah laku dan kebebasan anak untuk mengungkapkan perasaan.
            Selanjutnya tentang melatih tanggung jawab pada anak. Perlu diketahui bahwa tanggung jawab tidak terpasang sejak lahir. Anak perlu dilatih setiap hari dengan melibatkan anak-anak dalam kegiatan rumah. Misalnya seperti menyiram bunga, menyapu rumah dan membuang sampah agar anak bisa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya. Sedangkan disekolah melatih tanggung jawab bisa dengan memberika tugas untuk dikumpulkan pada hari yang sudah ditentukan, maka anak akan mengerjakan tugas dan mengumpulkannya sesuai tanggal yang sudah ditentukan sebagai bentuk tanggung jawabnya.
C. Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah
            Bagi seorang anak, memasuki dunia sekolah merupakan pengalaman yang menyenangkan, namun sekaligus mendebarkan, penuh tekanan, dan bahkan bisa menyebabkan timbulnya kecemasan. Bagi banyak anak, pengalaman masuk sekolah merupakan saat-saat pertama mereka menyesuaikan diri dengan pola kelompok, yang diatur oleh orang dewasa yaitu guru. Dunia sekolah jelas berbeda dengan dunia rumah, dimana anak-anak harus mengikuti aturan main yang ditetapkan sekolah melalui guru.
            Sekolah merupakan lingkungan artifisial yang sengaja dibentuk guna mendidik dan membina generasi muda ke arah tujuan tertentu, terutama untuk membekali anak dengan pengetahuan dan kecakapan hidup (life skill) yang dibutuhkan dikemudian hari. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah mempunyai pengaruk yang cukup besar terhadap perkembangan anak-anak dan remaja. Bahkan pada beberapa sekolah yang sengaja diproyeksikan sebagai sekolah unggulan menerapkan perpanjangan waktu belajar formal di sekolah lebih lama, yakni hampir 10 jam sehari.
            Sekolah mempengaruhi perkembangan anak, terutama perkembangan identitas melalui dua kurikulum, yaitu kurikulum formal dan informal. Kurikulum formal meliputi sejumlah tuntutan akademik, yang dapat membantu anak memperoleh pengetahuan akademis dan kemampuan intelek tual yang dibutuhkan untuk keberhasilan berpartisipasi dalam masyarakat. Sedangkan kurikulum informal meliputi sejumlah perilaku yang ditampilkan oleh para guru, yang berkenaan dengan prestasi akademis, motivasi belajar, penguasaan keterampilan, peningkatan diri, serta pengambilalihan tanggung jawab, kepemimpinan dan otoritas.
            Bagi kebanyakan siswa , guru dan di sekolah masih merupakan sumber  identifikasi dan sumber otoritas yang mampu menciptakan iklim kelas dan kondisi-kondisi interaksi di antara siswa-siswanya. Guru masih mengambil suatu peran sentral dalam kehidupan anak dan remaja, yang sering sangat menentukan bagaimana mereka merasakan berada di sekolah dan bagaimana mereka merasakan diri mereka. Demikian juga dengan keberhasilan atau kegagalan remaja di sekolah, banyak ditentukan oleh interaksi mereka dengan guru di sekolah. Selama siswa mendapat dukungan dan penguatan yang positif dari guru, maka mereka akan merasa berhasil dan senang berada di sekolah. Oleh sebab itu guru harus bisa menjadi contoh yang baik dan juga bisa menginternalisasikan pendidikan karakter kepada anak didiknya.
            Internalisasi adalah proses pemasukan nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat makna realitas pengalaman. Nilai-nilai tersebut bisa jadi dari berbagai aspek baik agama, budaya, norma sosial dan sebagainya. Pemaknaan atas nilai inilah yang mewarnai pemaknaan dan penyikapan manusia terhadap diri, lingkungan dan kenyataan di sekelilingnya. Internalisasi pendidikan karakter di sekolah berarti memasukan nilai-nilai yang berkarakter pada siswa yang dapat membentuk pola pikiran.
            Dalam internalisasi pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan dengan cara-cara antara lain sebagai berikut.
1.      Mendidik dengan Keteladanan
            Seorang anak akan menjadi baik jika dididik dengan cara yang baik pula. Begitu juga sebaliknya jika dididik dengan cara yang kurang baik maka anak akan menjadi tidak baik. Keteladanan dalam pendidikan merupakan pendekatan atau metode yang sangat berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik. Setidak-tidaknya ada tiga unsur agar guru/pendidik dapat diteladani atau menjadi teladan, yaitu sebagai berikut.
a.       Kesiapan untuk dinilai dan dievaluasi
Kesiapan untuk dinilai berarti adanya kesiapan menjadi cermin bagi dirinya maupun orang lain. Kondisi ini akan berdampak pada kehidupan sosial di masyarakat, karena ucapan, sikap, dan perilakunya menjadi sorotan dan teladan.
b.      Memiliki kompetensi minimal
Seorang pendidik/guru akan dapat menjadi teladan jika memiliki ucapan, sikap, dan perilaku untuk diteladani. Oleh karena itu, kompetensi yang dimaksud adalah kondisi minimal ucapan, sikap, dan perilaku yang harus dimiliki seseorang  sehingga dapat dijadikan cermin bagi dirinya maupun orang lain. Demikian juga bagi seorang guru kompetensi minimal sebagai guru, harus dimiliki agar dapat menumbuhkan dan menciptakan keteladanan, terutama bagi peserta didiknya.
c.       Memiliki integritas
Integritas adalah adanya kesamaan antara ucapan dan tindakan atau satunya kata dan perbuatan. Inti dari integritas terletak pada kualitas istiqomahnya. Sebagai wujud istiqomah adalah berupa komitmen dan konsistensi terhadap profesi yang diembannya.
Menurut M. Furqon, pendidik yang dapat diteladani berarti ia dapat juga menjadi cermin orang lain. Cermin secara filosofi memiliki makna sebagai berikut.
a.       Tempat yang tepat untuk intropeksi
Jika kita bercermin maka kita akan melihat potret diri kita sesuai dengan keadaan yang ada. Sebagai pendidik, kita harus siap menjadi tempat mawas diri, koreksi diri, atau intropeksi. Untuk itu, kita harus siap menjadi curahan hati para siswa kita.
b.      Menerima dan menampakkan apa adanya
Cermin memiliki karakteristik bersedia menerima dan memperlihatkan apa adanya. Untuk itu, hal ini dapat dimaknai sebagai pribadi yang memiliki sifat-sifat, seperti sederhana, jujur, objektif, jernih dan lain-lain.
c.       Menerima kapanpun dalam dalam keadaan apapun
Cermin memiliki karakteristik bersedia menerima kapanpun dan  dalam keadaan apapun. Artinya sebagai pendidik harus memiliki sifat-sifat seperti pengabdian, setia, sabar, dan lain-lain.
d.      Tidak pilih kasih/ tidak diskriminatif
Cermin memiliki sifat tidak pernah pilih-pilih, siapa saja yang mau bercermin pasti diterima. Artinya cermin memiliki sifat tidak pilih kasih, tidak membeda-bedakan, atau tidak pernah diskriminatif . Oleh karena itu, sebagai pendidik harus memiliki jiwa mendidik kepada siapa saja tanpa pandang bulu, tidak membeda-bedakan anak orang kaya dengan anak orang miskin, anak pejabat dengan anak seorang petani, anak yang pandai dengan yang kurang panadia. Semua anak (manusia) apa pun kondisinya harus dididik tanpa kecuali. Bahkan kita tidak dibenarkan memisah-misahkan atau memilih-milih kondisi siswa (exclusive), tetapi kita dalam dalam mendidik harus bersifat  inklusif (inclusive).
e.       Pandai menyimpan rahasia
Cermin tidak pernah memperlihatkan siapa yang telah bercermin kepadanya, baik yang bercermin itu kondisinya baik atau buruk. Berarti cermin memiliki sifat pandai menyimpan rahasia. Sebagai seorang pendidik harus pandai menyimpan rahasia terutama rahasia anak didiknya, misalnya ada anak yang curhat dengan masalahnya sebagai pendidik harus bisa memberikan solusi dan tidak boleh mengobral masalahnya ke siswa lainnya. Sebagai pendidik yang pandai menyimpan rahasia berarti ia juga memiliki sifat-sifat, seperti ukhuwah atau persaudaraan, peduli, kebersamaan, tidak menjathkan, tidak mempermalukan orang lain, mengorangkan, dan lain-lain.

2.      Pembenaan kurikulum sekolah.
            Pembenaan kurikulum bukan berarti membuat kurikulum baru tetapi bisa dengan pembenaan kurikulim yang kurang tepat. Sebagian besar guru/pendidik sekarang hanya “Transfer of knowledge” hanya menyampaikan ilmu saja, tidak mengajari siswa cara mempelajari materi atau “belajar bagaimana belajar”. Belajar bagaimana belajar yaitu belajar yang bisa menemukan cara untuk mempelajari materi bukan hanya mempelajari materinya secara langsung. Kalau siswa sudah mengerti tentang belajar bagaimana belajar maka jika tidak ada guru siswa bisa mempelajari materi sendiri tanpa harus menunggu guru menyuruh/ memerintahnya. Tetapi kebanyakan guru sekarang belum bisa menerapkan itu.
Misal: Dalam pelajaran geografi dalam bab erosi dan peta kebanyakn guru hanya menyampaikan erosi adalah penguraian dan pemindahan tanah atau batuan oleh air, angin, es dan gravitasi. Peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil seperti kenampakannya bila dilihat dari atas dan diberi tulisan serta keterangan bagi kepentingan pengenalan. Itu yang dilakukan oleh kebanyakan guru, harusnya guru mengajari bagaimana cara mempelajari erosi dan peta agar meskipun tidak ada guru siswa bisa belajar.
3.      Mengajarkan nilai-nilai melalui kurikulum dengan cara menggali isi materi pembelajaran dan mata pelajaran yang sangat kaya dengan nilai-nilai moral.
            Internalisasi pendidikan karakter di sekolah juga  bisa dimasukan dalam  setiap materi pelajaran karena setiap materi pelajaran pasti ada nilai-nilai moralnya. Guru/pendidik bisa memasukan dalam materi pelajaran, dalam menyampaikannnya harusnya di masukan dalam bahasan materi yang sedang diajarkan jangan di pisahkan materi dulu baru dikasih pendidikan karakter, atau malah pendidikan karakter terus baru mulai pelajaran. Usahakan dalam memberikan pendidikan karakter anak/siswa tidak mengetahuinya kalau sedang diberi pendidikan karakter, tahunya anak sedang mempelajari tentang materi yang sedang diajar tetapi secara tidak langsung siswa bisa menyerap pendidikan karakter tersebut. Jangan sampai di pisahkan sekarang pelajaran dulu, terus nanti di tengah-tengah berhenti di kasih pendidkan karakter. Kalau seperti itu siswa akan tahu kalau sedang di beri pendidikan karakter dan bisa terjadi sebagian siswa akan berbicara “ceramah-ceramah”. Jadi untuk memberikan pendidikan karakter di sekolah dalam mata pelajaran harus dimasukan dalam bahasan topik yang sedang di bicarakan.
Contoh cara memberikan pendidikan karakter yang dimasukan dalam mata pelajaran yang sedang menjadi bahasan topik pelajaran, antara lain sebagai berikut.
a.       Geografi
Internalisasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran geografi dapat deberikan pada setiap bab-bab yang sedang di bahas dalam pembelajaran.
Misalnya: Dalam mempelajari banjir pasti ada faktor-faktor penyebab banjir, karena pembuangan sambah di sungai, tidak membuat daerah resapan air dalam membuat bangunan dan sebagainya. Disini guru/pendidik bisa memberikan pendidikan moral yaitu dengan menuruh untuk tidak membuang sampah di sungai karena itu bisa menyebabkan daya tampung sungai sedikit, sungai menjadi dangkal dan akibatnya menjadi banjir dan jika membangun bangunan seharusnya diberi daerah resapan untuk jalan masuk air. Dengan cara ini anak tidak tahu kalau sedang diberi pendidikan karakter yang dia tahu ini merupakan solusi untuk mencegah banjir, oleh sebab itu anak bisa menyerap nilai karakter ini agar tidak banjir pasti tidak membuang sampah di sungai. Selain banjir juga bisa dalam mempelajari Sumberdaya Alam, guru bisa menyampaikan sumberdaya alam ada yang bisa diperbaharui dan tidak bisa diperbaharui. Untuk yang tidak bisa diperbaharui seperti batubara, minyak bumi dan sebagainya oleh sebab itu kita harus menghemat penggunaannya, dalam menggunakan seperlunya saja. Untuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui contohnya seperti hutan, hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tapi jangan melakukan penebangan secara ilar karena untuk memperbarui menanam 1 pohon menjadi yang layak tebang memerlukan waktu 30 tahunan sementara menebang 1 pohon hanya membutuhkan waktu sekitar 3 menit. Meskipun hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tetapi jangan menggunakan secara sembarangan karena untuk memperbaharuinya juga memerlukan waktu yang cukup lama, selain itu kalau hutannya gundul juga membawa dampak seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya. Ini  merupakan contoh internalisasi pendidikan karakter dalam materi sumberdaya alam anak mengira itu merupakan pelajaran dalam sumberdaya alam tentang bagaimana cara menjaga dan menggunakan sumberdaya alam, tetapi itu sudah ada pendidikan karakter yang tersampaikan dan secara tidak langsung sudah terserap oleh siswa.
b.      Ekonomi  Akuntansi
Dalam internalisasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran akuntansi guru dalam mengajarkan perhitungan akuntansi atau pembukuan harus benar dengan menjelaskan secara detail sebab kalau salah 1 angka atau kurang 1 angka atau kelebihan angka akan berakibat fatal dan menyebabkan pekerjaaanya salah. Jadi dalam melakukan perhitungan harus hati-hati. Pendidikan karakter sudah dapat tersampaikan siswa akan hati-hati dalam melakukan perhitungan agar tidak salah tetapi sebenarnya itu merupakan pendidikan karakter yang terkandung agar anak tidak menghitung dengan benar tidak menambah atau mengurangi angka-angka, sebenarnya biar siswa kalau sudah keluar dari sekolah dan bekerja bisa menerapkannya dalam pekerjaanya sehingga tidak korupsi kalau menghitung dengan benar. Begitu juga dengan pelajaran Ekonomi dalam menghitung pajak harus diajarkan yang benar agar tidak korupsi juga, siswa tahunya sedang dilatih agar benar dalam mempelajari perhitungan pajak tetapi secara tidak langsung pendidikan karakter anti korupsi sudah tersampaikan.

c.       Sosiologi
Internalisasi pendidikan karakter bisa dimasukan setiap materi pelajaran termasuk dalam mata pelajaran sosiologi. Dalam pelajaran sosiologi contohnya ada materi tentang norma-norma sosial, norma-norma sosial dapat diklasifikasikan menjadi 5 yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma kebiasaan dan norma hukum. Dianta norma-norma tersebut disini akan diambil contoh norma kesusilaan. Norma kesusilaan berdasarkan hati nurani atau akhlak manusia. Norma kesusilaan bersifat unuversal artinya setiap orang di dunia memilikinya, hanya bentuk dan perwujudtannya saja yang berbeda. Misalnya pelaku pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan tidak kriminalitas lainya pada umumnya akan ditolak dan dikucilkan dimasyarakat manapun. Dengan penjelasan ini siswa tahunya guru sedang menjelaskan materi norma kesusilaan tetapi secara tidak langsung ada karakter yang tersampaikan kalau melanggar norma kesusilaan akan dikucilkan di masyarakat maka siswa secara tidak langsung akan menyerap karakter tersebut.
d.      Pendidikan Kewarganegaraan
Internalisasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan bisa di internalisasikan setiap bab. Disini akan dicontohkan dalam materi mengenai sila-sila dalam pancasila. Berikut sila-sila pancasila:
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam sila yang pertama ini Ketuhanan Yang Maha Esa arti dan makna mengenai Pengakuan adanya kausa prima yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
2)      Kemanusiaan yang Adil dan Beradap
Dalam sila yang kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradap arti dan maknanya yaitu menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk tuhan, menjujung tinggi hak segala bangsa, mewujudkan keadilan dan peradapan yang tidak lemah.

3)       Persatuan Indonesia
Dalam sila yang ketiga Persatuan Indonesia arti dan maknanya yaitu tentang nasionalisme, cinta bangsa dan tanah air, menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
4)      Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Dalam sila yang keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan arti dan maknanya yaitu tentang demokrasi, permusyawaratan, dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
5)      Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila yang kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia arti dan maknanya yaitu tentang kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
Dari arti dan makna sila-sila pancasila diatas siswa tahunya guru sedang menjelaskan materi arti dan makna sila-sila pancasila padahal didalamnya terkandung karakter semua, dengan memahami makna dan arti sila-sila pancasila maka nilai-nilai karakternya akan ikut terserap juga.
                Demikian contoh-contoh cara menginternalisasikan pendidikan karakter dalam materi pelajaran yang sedang dibahas. Saya hanya mencotohkan sebagian kecil saja dari banyak mata pelajaran dan materi yang ada di dalamnya karena tentunya setiap materi dalam mata pelajaran pasti akan ada pendidikan karakter yang bisa disampaikan oleh para guru/pendidik.
4.      Mempergunakan metode pembelajaran melalui kerja sama agar siswa semakin mampu mengembangkan kemampuan mereka dalam memberikan apresiasi atas pendapat orang lain, berani memiliki pendapat sendiri, mampu dan mau bekerja sama dengan yang lain demi keberhasilan tujuan bersama. Maksud kerjasam disini bukan dalam hal ujian atau ulangan tetapi hal hal-hal yang memang diharuskan untuk kerjasama. Misal guru memberikan tugas kelompok diskusi mengenai mata pelajaran tertentu maka setiap siswa diharuskan untuk ikut kerja sama dalam kelompok untuk saling mengutarakan pendapatnya dan menghargai pendapat orang lain. Disini guru memberikan tugas kelompok juga untuk menanamkan pendidikan karakter agar siswa bisa bekerja sama dan bisa menghargai pendapat orang lain.
5.      Membangun sebuah rasa tanggung jawab bagi pembentukan diri dalam diri siswa dengan cara memberikan penghargaan atas kesediaan para siswa untuk belajar, menyemangati kemampuan mereka untuk dapat bekerja keras dan memiliki komitmen pada keunggulan. Pada dasarnya semua  siswa mempunyai tanggung jawab untuk belajar, untuk membangun rasa tanggung jawab agar siswa merasa mempunyai tanggung jawab untuk belajar yaitu dengan memberi penghargaan untuk siswa yang sudah mau belajar, memberikan motivasi agar siswa mau terus belajar sehingga bisa mencapai prestasi yang maksimal. Bila rasa tanggung jawab sudah ada pada diri siswa maka siswa dengan sendirinya akan melaksanakan tanggung jawabnya yaitu belajar tanpa harus diperintah.
6.      Membangun budaya sopan santun terhadap semua warga sekolah baik guru, karyawan, tukang kebun dan antar siswa.
Dengan cara membangun budaya sopan santun terhadap semua warga sekolah ini akan terbentuk karakter yang baik, siswa diwajibkan untuk menghormati dan menghargai semua warga sekolah baik itu guru, karyawan maupun tukang kebun jadi siswa harus menghormati orang ynag lebih tua tanpa memandang status sosial, meskipun tukang kebun itu kan orang yang lebih tua meskipun status sosialnya rendah tetapi harus dihormati. Demikian juga antar siswa harus saling menghormati dan menghargai tidak memandang siswa anak orang miskin atau anak orang kaya, anak pejabat atau anak buruh, anak yang pantai atau anak yang kurang pandai semuanya harus saling menghormati dan menghargai. Kalau di sekolah diterapkan pendidikan karakter seperti ini maka akan terbentuk karakter yang baik pada anak, anak akan bisa saling menghormati dan menghargai tanpa memandang status sosial seseorang.
D. Contoh Aplikasi Pendidikan Karakter yang sudah di Terapkan di Sekolah SD, SMP dan SMA
1.      Sekolah Dasar Al-Hikmah Surabaya
            Di sekolah yang berlokasi di Jalan Kebonsari Tengah No. 10 Surabaya ini ada progam yang bernama subuh call atau telepon subuh. Ini berarti, pada jam segitu, wali kelas SD Al-Hikmah sudah bangun dan sibuk memulai proses pendidikan pembiasaan yaitu menelpon siswa-siswanya untuk bangun dan bergegas mendirikan solat subuh. Sekilas menelpon adalah pekerjaan ringan, tetapi subuh call yang sudah didesain menjadi progam sekolah tentu tidak seringan itu. Perlu perencanaan, koordinasi, pengawasan, hingga evaluasi secara berkesinambungan. Kegiatan ini juga melibatkan siswa-siswa lain dengan cara melakukan telepon berantai. Dengan cara itu akan terdeteksi siapa yang aktif an siapa yang masih sering melepas kewajiban salatnya.
2.      Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 115 Jakarta
            Sekolah yang beralamat di Jalan K.H. Abdullah Syafei Tebet Jakarta Selatan ini, berupaya menanamkan dan mengembangkan pendidikan karakter yang kuat. Ia memberi keleluasaan bagi peserta didik untuk berani mengambil inisiatif dengan tetap menekankan rasa tanggung jawab.
            Selain peduli sampah dan sosial, juga memiliki progam lost and found. Progam ini bermula dari banyaknya siswa yang mengeluh kehilangan barang. Mulai dari yang kecil-kecil seperti alat-alat tulis, topi, dasi, kaus, baju, uang, hingga telepon seluler. Malah kadang sepatu juga hilang.
            Barang siapa menemukan barang tertentu, maka diminta kesadarannya untuk memasukkan ke tempat tersebut. Ada tiga kantung hijau yang di tempatkan di tiga titik strategis, yaitu di ruang piket, di dekat ruang guru, dan di ruang BK. Siswa yang menemukan barang diminta mengisi buku khusus yang berisi catatan nama, menemukan apa, dan kapan.
            Kiat sederhana tersebut ternyata cukup efektif. Jumlah keluhan jadi berkurang. Banyak pemilik barang menemukan kembali harta bebdanya.
3.      SMA Plus Muthahhari
            Setiap akhir upacara, murid-murid SMA Plus Muthahhari amat antusias, karena mereka sebentar lagi akan mengetahui siapa siswa yang masuk top ten of the month bulan ini. Istilah ini ada sejak sekolah mulai meluncurkan progam Smuth Point.
            Smuth Point adalah kitab catatan amal baik dan buruk mereka selama bersekolah di SMA percontohan berbasis budi pekerti ini. Setiap awal bulan dalam upacara, akan diumumkan siapa saja yang berhak menyandang gelar peraih poin positif terbanyak setiap bulan. Sepuluh siswa akan berdiri dengan bangga di lapangan upacara, di hadapan kawan-kawan mereka. Mereka akan mendapatkan pin untuk hasil jerih payah mereka selama sebulan itu. Meski hanya mendapat sebuah pin yang akan mereka pakai di baju selama sebulan, tapi pin itu menandakan bahwa siswa itu telah banyak melakukan kebaikan. Hal ini ternyata memicu siswa-siswa yang lain untuk melakukan hal yang sama.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Internalisasi adalah proses pemasukan nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat makna realitas pengalaman. Nilai-nilai tersebut bisa jadi dari berbagai aspek baik agama, budaya, norma sosial dan sebagainya. Pemaknaan atas nilai inilah yang mewarnai pemaknaan dan penyikapan manusia terhadap diri, lingkungan dan kenyataan di sekelilingnya. Internalisasi pendidikan karakter di sekolah berarti memasukan nilai-nilai yang berkarakter pada siswa yang dapat membentuk pola pikiran. Internalisasi pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan dengan cara mendidik dengan keteladanan, pembenaan kurikulum sekolah, mengajarkan nilai-nilai melalui kurikulum dengan cara menggali isi materi pembelajaran dan mata pelajaran yang sangat kaya dengan nilai-nilai moral, mempergunakan metode pembelajaran melalui kerja sama agar siswa semakin mampu mengembangkan kemampuan mereka dalam memberikan apresiasi atas pendapat orang lain, berani memiliki pendapat sendiri, mampu dan mau bekerja sama dengan yang lain demi keberhasilan tujuan bersama, membangun sebuah rasa tanggung jawab bagi pembentukan diri dalam diri siswa dengan cara memberikan penghargaan atas kesediaan para siswa untuk belajar, menyemangati kemampuan mereka untuk dapat bekerja keras dan memiliki komitmen pada keunggulan dan Membangun budaya sopan santun terhadap semua warga sekolah baik guru, karyawan, tukang kebun dan antar siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung: Yrama Widya.
Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.  Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  

1 komentar:

  1. Mbak aku mau tanya mbak, referensi buat pengertian internalisasi dari buku mana mbak??. Pleasee balas yah mbak, soalnya buat referensi skripsi

    BalasHapus