Pegunungan Seribu
Wilayah
karst yang terbaik untuk dijelajahi semenjak dulu kala di kepulauan Indonesia
terletak di tenggara Jogjakarta. Bentangan sabuk wilayah ini yang membentang di
selatan pulau Jawa secara keseluruhan dinamai Gunung Kidul (Pegunungan
Selatan). Pegunungan ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Pertama adalah bagian utara termasuk
pegunungan popok dan baturagung. Baturagung terutama terletak di bagian utra,
namun membentang dari barat (tinggian Gunung Sudimoro sekitar 507 meter, antara
Imogiri-Patuk), utara (G.Baturagung, ketinggian kurang lebih 828 meter), hingga
ke sebelah timur (G. Gajahmungkur ketinggian kurang lebih 737 meter). Dibagian
timur ini, Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung
(ketinggian kurang lebih 706 meter) dan G. Gajahmungkur. Baturagung ini
membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng antara 100-300
dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal
gunungapi.
2. kedua
Bagian selatan yang terdiri dari dua Basin besar yaitu Basin Baturetno dan
Wonosari. Basin Wonosari terletak di bagian tengah pegunungan selatan, yaitu di
daerah wonosari dan sekitarnya. Dataran ini dibatasi oleh Baturagung di sebelah
barat dan utara, sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan
Gunung Sewu. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat
dan menyatu dengan K. Opak. Sebagian endapan permukaan di daerah ini adalah
lempung hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah
batugamping. Cekungan Baturetno merupakan genangan Sungai Bengawan Solo yang tidak dapat
mengalir ke arah selatan melewati Lembah Giritontro karena daya gerus sungai
tidak dapat mengimbangi dengan pengangkatan Pegunungan Seribu. Cekungan
Baturetno yang melebar ke arah utara sampai Waduk Gajah Mungkur memiliki
topografi berupa dataran bergelombang dengan ketinggian kurang lebih 150-175
meter diatas permukaan laut. Cekungan Baturetno dikelilingi topografi
perbukitan di sebelah sisi barat dan timur yang dibatasi oleh gawir-gawir
bertingkat dan terjal dari arah timur laut sampai barat daya. Batuan dasar
Cekungan Baturetno terdiri dari persilangan antara batugamping fragmental
dengan kalkarenit dan kalsilutit. Ketidakselarasan formasi Wonosari menyebabkan
batu lempung hitam dengan batupasir konglomerat terendapkan diatasnya . Batu
lempung hitam terendapkan di bagian tengah dari Cekungan Baturetno, sedangkan
batupasir konglomerat diendapkan di mulut alur lembah dari sungai-sungai yang
berasal dari bukit-bukit di sekeliling Cekungan Baturetno membentuk endapan
kipas alluvial.
3. Ketiga
adalah Pegunungan gamping Gunung Sewu yang memanjang di sekitar pesisir
Samudera Hindia. Pegunungan yang memanjang dari barat sampai ke timur ini
panjangnya mencapai sekitar 85 km. Sedangkan lebarnya dari utara ke selatan
adalah sekitar 10 sampai 15 km. Sehinnga wilayah ini mempunyai luas coveran sekitar 1300km2. Gunung
Sewu terletak di luar sumbu barisan vulkanis Jawa yang memanjang pada arah
timur-barat, berbatasan dengan pantai Samudra Hindia. Pegunungan tersebut
dikelilingi oleh dataran aluvial dan barisan pegunungan yang ketinggiannya
tidak melebihi 800 meter, contohnya:
a. Sebelah
timur, dekat Sungai Opak, dataran aluvial Yogyakarta
b. Sebelah
utara, dataran rendah Wonosari dan Baturetno. Keduanya terpisah oleh barisan
Gunung Panggung setinggi 706 meter. Dari dataran Baturetno terlihat barisan
Gunung Popok di utara.
c. Di
utara, sebelah barat dataran Wonosari terdapat barisan Gunung Sudimoro diikuti
barisan Gunung Baturagung yang membentuk suatu kesatuan yang dinamakan Gunung
Kidul. Ujung utara barisan Gunung Kidul berada di pinggir depresi Solo.
Geologi gunung
Sewu terbentuk oleh gamping Neogeae (pada pertengahan masa Miosen) di daerah
depresi dimana terakumulasi banyak bahan sedimentasi seperti hasil erosi di
wilayah daratan, bahan-bahan terlapuk dan bahan material erupsi gunung berapi.
Susunan batuan gamping di pertengahan disebut Lapisan Wonosari yang
ketebalannya mencapai lebih dari 200 meter, sesuai dengan perhitungan Flathe
dan Pfeiffer, namun tidak ada model yang pasti bagaimana ketebalan ini dapat
diketahui. Di Basin Wonosari dan Basin Baturetno materi sedimennya bertingkat
secara lokal menjadi batu gamping berongga, batu gamping lunak, dan
kapursemen(kalsit). Batu gamping Wonosari ditimpa oleh lapisan Oyo yang
terbentuk pada pertengahan masa Miosen yang tersusun atas materi yang luar biasa
bervariasi (marl, tuff, breksi gamping, batu pasir, konglomerat, dan lain
sebagainya). Sebagian lapisan Oyo bersifat
kedap air. Di basin-basin tersebut lapisan wonosari ditimpa lagi oleh
sebuah lapisan yang disebut Lapisan Kepek yang banyak mengandung marl,lempung,
dan material-material tuff.
Perlapisan
Gamping coral dan karang laut raksasa yang kasar dan berwarna agak
keputih-putihan membuat kemiringan lereng gunung Sewu mempunyai derajat yang
kecil dari selatan sampai ujung tenggara. Pada bagian barat tingginya dapat
mencapai 400 meter. Di sini footwall lapisan Oyo terpotong oleh sisi
pegunungan. Di bagian tengah dari Plato ada pembelokan lapisan yang terlihat
secara nyata (250-300m) , sedangkan bagian timur menunjukkan kenampakan lipatan
tipis yang berbentuk pelana kuda dan kompresi teras-teras horizontal (350-400m)
. Pegunungan selatan yang menjadi tepi dari Basin Wonosari berupa kenampakan
yang terkontrol oleh patahan-patahan.
Struktur Geologi Pegunungan Selatan
Menurut Van Bemmelen (1949) daerah Pegunungan Selatan
telah mengalami empat kali pengangkatan. Pola struktur geologi yang ada pada
Pegunungan Selatan yaitu :
- Arah NE-SW, umumnya merupakan sesar geser sinistral yang terjadi akibat penunjaman lempeng Indo-Australia selama Eosen hingga Miosen Tengah. Arah ini ditunjukkan oleh kelurusan sepanjang Sungai Opak dan Sungai Bengawan Solo.
- Arah N-S, sebagian besar juga merupakan sesar geser sinistral, kecuali pada batas barat Pegunungan Selatan yang merupakan sesar turun.
- Arah NW-SE, umumnya merupakan sesar geser dekstral. Set kedua dan ketiga arah ini tampak sebagai pasangan rekahan yang terbentuk akibat gaya kompresi berarah NNW-SSE yang berkembang pada Pliosen Akhir.
- Arah E-W, sebagian besar merupakan sesar turun yang terjadi akibat gaya regangan berarah N-S dan berkembang pada Pleistosen Awal.
Keterangan :
1.
Aluvial
Pada gambar di atas aluvial berada di Kali Opak,
sebelah utara Plopoh, sebelah utara Baturagung dan di Basin Baturetno. Aliran
sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu
dengan K. Opak. Sebagian endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam
dan endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping yang
terendapkan dan membentuk kipas aluvial pada cekungan/basin baturetno.
2.
Gunungapi Muda
Gunungapi
Muda berdasarkan gambar diatas berada di Yogyakarta di sebelah utara Kali Opak.
3.
Gunungapi Tua
Gunungapi
tua berdasarkan gambar diatas berada di sebelah utara Kambengan dan sebelah
timur Plopoh.
4.
Kepek
Lokasi tipe
dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di sebelah barat
Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat Wonosari
yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping
berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
Formasi
Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o dan
kaya akan fosil foraminifera kecil. Fosil yang terkandung di antaranya Globorotalia
plesiotumida BLOW dan BANNER, Globorotalia
merotumida, Globoquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR dan COLLINS, Amphistegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina sp. dan Virgulina sp. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-Punung. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984, dalam Bronto dan Hartono, 2001).
merotumida, Globoquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR dan COLLINS, Amphistegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina sp. dan Virgulina sp. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-Punung. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984, dalam Bronto dan Hartono, 2001).
5.
Batugamping Wonosari
Batugamping
Wonosari sama dengan Formasi Wonosari. Formasi ini oleh Surono dkk., (1992)
dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian
timur karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya
Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan
sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona
Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian
bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan
Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari
batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah
napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.
Berdasarkan
kandungan fosil foraminifera besar dan kecil yang melimpah, diantaranya Lepidocyclina
sp. dan Miogypsina sp., ditentukan umur formasi ini adalah Miosen
Tengah hingga Pliosen. Lingkungan
pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah
selatan (Surono dkk, 1992).
6.
Formasi Oyo
Lokasi tipe
formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari
tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh
batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping
berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit
yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo tersebar luas di
sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 350 meter dan kedudukannya
menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan
Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo.
Formasi Oyo
umumnya berlapis baik. Sedangkan fosil yang dijumpai antara lain Cycloclypeus
annulatus MARTIN, Lepidocyclina rutteni VLERK, Lepidocyclina
ferreroi PROVALE, Miogypsina polymorpha RUTTEN dan Miogypsina
thecideaeformis RUTTEN yang menunjukkan umur Miosen Tengah hingga Miosen
Akhir (Bothe, 1929). Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona neritik)
yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.
7.
Formasi Andesit Tua
Batuan penyusun dari formasi ini terdiri atas Breksi
andesit, Tuf, Tuf Tapili, Aglomerat dan sisipan aliran lava andesit. Lava,
terutama terdiri dari Andesit hiperstein dan Andesit augit hornblende (Wartono
Raharjo dkk, 1977).
Formasi Andesit Tua ini dengan ketebalan mencapai 500
meter mempunyai kedudukan yang tidak selaras di atas formasi Nanggulan. Batuan
penyusun formasi ini berasal dari kegiatan vulaknisme di daerah tersebut, yaitu
dari beberapa gunung api tua di daerah Pegunungan Kulon Progo yang oleh Van
Bemmelen (1949) disebut sebagai Gunung Api Andesit Tua. Gunung api yang
dimaksud adalah Gunung Gajah, di bagian tengah pegunungan, Gunung Ijo di bagian
selatan, serta Gunung Menoreh di bagian utara Pegunungan Kulon Progo.
Aktivitas dari Gunung Gajah di bagian tengah
mengahsilkan aliran-aliran lava dan breksi dari andesit piroksen basaltic.
Aktivitas ini kemudian diikuti Gunung Ijo di bagian selatan Pegunungan Kulon
Progo, yang menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian Andesit augit
hornblende dan kegiatan paling akhir adalah intrusi Dasit. Setelah denudasi
yang kuat, sedikit anggota dari Gunung Gajah telah tersingkap, di bagian utara,
Gunung Menoreh ini menghasilkan batuan breksi Andesit augithornblende, yang
disusul oleh intrusi Dasit dan Trakhiandesit.
Purnamaningsih (1974, vide warttono rahardjo, dkk,
1977) menyebutkan telah menemukan kepingan Tuff napalan yang merupakan fragmen
Breksi. Kepingan Tuff napalan ini merupakan hasil dari rombakan lapisan yang
lebih tua, dijumpai di kaki gunun Mujil. Dari hasil penelitian, kepingan Tuff
itu merupakan fosil Foraminifera plantonik yang dikenal sebagai Globigerina
ciperoensis bolli, Globigerina geguaensis weinzrel; dan applin serta
Globigerina praebulloides blow. Fosil-fosil ini menunjukkan umur Oligosen atas.
Formasi Andesit Tua secara stratrigrafis berada di
bawah Formasi Sentolo. Harsono Pringgoprawiro (1968, hal.8) dan Darwin Kadar
(1975, hal.2) menyimpulkan bahwa umur Formasi Sentolo berdasarkan penelitian
terhadap Foraminifera plantonik adalah berkisar antara Awal Meiosen sampai
Pliosen. Formasi Nanggulan, yang terletak di bawah Formasi Andesit Tua
mempunyai kisaran umur Eosen Tengah hingga Oligosen Atas (hartono, 1969, vide
Wartono Rahardjo, dkk, 1977). Jika kisaran umur itu dipakai, maka Formasi
Andesit Tua diperkirakan berumur Oligosen Atas sampai Meiosen Bawah. Menurut
Purbaningsih (1974, vide wartono Rahardjo, dkk, 1977) umur Formasi Tua ini
adalah Oligosen.
8.
Patahan Normal dan Flexure
Patahan normal adalah patahan dip-slip dimana
bongkahan batuan yang ada di bagian atas tergelincir ke arah bawah relatif
terhadap bongkahan batuan di bawahnya.
Flexure
adalah suatu bentukan yang terjadi jika pergeseran ke arah vertikal antara dua
blok batuan yang besar, hanya melampaui jarak yang tidak panjang, sehingga
antara dua massa batuan yang bergeser tersebut tidak sampai putus, melainkan
hanya terjadi atau membentuk tarikan saja.
9.
DAS Sekunder
Daerah
aliran sungai dari Kali Opak dan Kali Oyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar